Para ilmuwan
Inggris menemukan spesies cacing pipih yang dapat mengatasi proses
penuaan hingga berpotensi hidup abadi. Mereka mengatakan temuan ini
membuka peluang mencegah sel tubuh manusia mengalami penuaan.
Cacing pipih “panjang umur” tersebut dikenal
sebagai cacing planaria. Cacing mencegah penuaan dengan cara
mempertahankan panjang telomer, bagian penting dari DNA mereka, selama
regenerasi.
“Data kami memenuhi prediksi tentang apa yang
diperlukan binatang untuk berpotensi hidup abadi,” kata Aziz Aboobaker
dari Britain’s University of Nottingham, Inggris. “Tujuan kami berikutnya adalah memahami mekanisme detil tentang bagaimana mengembangkan binatang abadi.”
Penelitian Aboobaker dan rekan-rekannya dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, Senin 27 Februari 2012 kemarin.
Aboobaker mengatakan, cacing planaria telah lama menarik perhatian para ilmuwan karena kemampuan regenerasinya yang sangat luar biasa. Seekor cacing planaria yang dipotong melintang atau membujur akan sama-sama menghasilkan dua ekor cacing yang hidup terpisah.
Tim peneliti yang dipimpin Aboobaker
mempelajari dua jenis perlakuan seksual cacing planaria, yakni cacing
yang bereproduksi secara seksual seperti manusia, dan cacing yang
bereproduksi secara aseksual dengan cara membelah diri.
Cacing pada kedua jenis perlakuan sama-sama
menunjukkan kemampuan regenerasi tanpa batas dengan cara menumbuhkan
otot baru, kulit, usus, dan bahkan seluruh bagian otak secara berulang
kali. Namun bedanya, Aboobaker mengatakan, cacing yang bereproduksi
secara aseksual juga memperbaharui persediaan enzim kunci yang dapat
membuat mereka hidup abadi.
Para ilmuwan mengetahui bahwa salah satu faktor
kunci yang terkait dengan penuaan sel adalah panjang telomer. Telomer
adalah bagian DNA yang menutup ujung kromosom, melindunginya dari
kerusakan dan hilangnya fungsi sel terkait dengan penuaan.
“Semakin pendek telomer diperkirakan menjadi indikator lebih cepatnya penuaan,” ujar Aboobaker.
Penelitian sebelumnya, yang memenangkan Hadiah
Nobel untuk Kedokteran tahun 2009, menunjukkan bahwa telomer dapat
dikelola dengan aktivitas enzim yang disebut telomerase. Pada organisme yang bereproduksi secara seksual, enzim telomerase paling aktif dijumpai selama tahap awal perkembangan tubuh.
Namun Aboobaker dan timnya menemukan bahwa pada
cacing yang berkembang biak secara aseksual, dalam penelitian ini
adalah cacing planaria, jumlah enzim telomerase meningkat tajam selama
regenerasi. Faktor ini memungkinkan sel-sel punca mempertahankan telomer
karena saat proses membelah diri memungkinkan terjadinya penggantian
jaringan tubuh yang hilang.
Kepala Dewan Penelitian Bioteknologi dan Ilmu
Biologi, Douglas Kell, menggambarkan temuan itu sangat menarik.
“Memberikan kontribusi nyata terhadap pemahaman dasar kita tentang
beberapa proses yang terlibat dalam penuaan,” ujar dia.
Penelitian tersebut, menurut Kell, juga turut
membangun fondasi yang kuat untuk meningkatkan kesehatan dan potensi
umur panjang pada organisme lain. “Termasuk manusia,” katanya dalam
sebuah pernyataan.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar